Selasa, 08 Juli 2014

KPR PNS

PNS Golongan Dua ber-KPR Ria

Rumahku, istanaku
Mimpi saya untuk memiliki rumah sendiri akhirnya tercapai. Saat menerima SK PNS golongan II/a, tahun 2007, yang terbayang dalam benak saya adalah memiliki berkeluarga dan memilki sebuah rumah mungil sendiri tempat berteduh. Ya, meski hanya PNS dengan golongan dua, saya berani bermimpi. Dan satu persatu, Allah SWT memberikan saya kemudahan meraih mimpi tersebut. Di tahun 2008 saya menikah, dan di tahun 2009 mendapatkan karunia seorang anak laki-laki.

Rumah yang saya idam-idamkan ini baru terwujud dengan membulatkan tekad, mengingat kenaikan harga tanah dan properti yang terus merangkak naik dari tahun ke tahun. Maka, setelah puas selama lima tahun mengontrak rumah, saya mulai mengumpulkan informasi rumah yang dijual beserta prosedur pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) dari berbagai bank.

Selain melalui informasi dari mulut ke mulut, iklan di koran, baliho iklan di jalan, dan brosur pada pameran perumahan, saya juga mengandalkan internet. Data-data rumah dari berbagai sumber tersebut saya kumpulkan dan mulai bergerak melakukan survei lapangan. Targetnya adalah rumah dengan harga di bawah 200 juta.

Dari beberapa kunjungan lapangan, saya menemukan salah satu rumah yang menurut saya cocok bagi saya. Sebuah rumah di kampung, satu kilometer arah timur dari jalan Parangtritis km.10 dengan luas bangunan 90 meter persegi dan luas tanah 122 meter persegi. Sekedar informasi, ternyata masih banyak orang ataupun rekan-rekan di kantor yang belum tahu kalau rumah second, atau rumah di kampung bisa dibeli dengan cara KPR. Pemahaman mereka, KPR hanya bisa digunakan untuk pembelian rumah baru di perumahan.

Ada beberapa alasan saya menjatuhkan pilihan membeli rumah bekas dibandingkan rumah baru. Pertimbangannya, biaya pembangunan rumah yang baru tentu lebih tinggi dibandingkan dengan rumah yang lebih lama dengan tipe dan standar yang sama. Memperbandingkan dengan harga yang sama terhadap rumah baru di suatu perumahan, saya mendapati bahwa saya 'hanya' mendapat tipe rumah 45 dengan luas tanah yang sama. Itupun harga rumah di perumahan yang berlokasi lebih jauh dari pusat kota Yogyakarta.

Bekas juga bukan berarti berkurangnya kualitas karena bahan bangunan seperti halnya kayu yang berkualitas semakin mahal dan semakin sulit diperoleh dari tahun ke tahun. Sehingga untuk menekan biaya, banyak rumah saat ini dibangun dengan kayu dengan kualitas seadanya.

Membeli tanah terlebih dahulu, untuk kemudian dibangun sedikit demi sedikit juga tidak menjadi pilihan saya meskipun beberapa rekan senior menyarankannya. Selain mempertimbangkan biaya yang di atas kertas tidak terbukti lebih murah, proses yang lebih panjang dan menguras pikiran dan tenaga akan menuntut biaya psikologis yang lebih sebelum rumah impian itu benar-benar dapat ditempati. Tentu saja hal ini hanya pendapat pribadi dan berlaku kondisional.

Pengalaman mengajukan KPR

Setelah bertemu pemilik rumah dan melihat kondisi rumah, saya menanyakan surat-surat kepemilikan tanah dan izin mendirikan bangunan (IMB). Adalah penting untuk mencocokkan dengan KTP si pemilik. Pengalaman saya yang pada saat itu tidak begitu paham tentang jual beli rumah, tidak begitu memperhatikan kesesuaian itu. Yang penting menurut saya pada saat, surat-surat secara fisik ada sehingga memudahkan urusan berikutnya. Namun belakangan saya pahami, bila terdapat perbedaan antara surat tanah dengan KTP (sering terjadi bila pemilik rumah sebelumnya tidak melakukan jual-beli di notaris) maka proses akan lebih panjang, karena bank hanya memfasilitasi pembeli (pengaju KPR) dengan penjual yang namanya tertera dalam surat tanah.

Berdasar kesepakatan, harga yang ditawarkan adalah 185 juta sehingga untuk keperluan KPR, bank akan menanggung 70 persen dari nilai tersebut, atau sejumlah 129 juta. Ketentuan ini berlaku secara menyeluruh di setiap prosedur KPR untuk rumah di atas tipe 70. Di bawah tipe tersebut, bank dapat memberikan maksimal kredit 80 persen dari harga.

Selanjutnya saat saya telah menentukan rumah yang akan kita beli, saya segera menghubungi Bank BTN (17/13/13) dengan mengajukan berkas pengajuan yang telah dilengkapi beserta alamat rumah yang akan dibeli. adapun berkas-berkas yang saya diperlukan adalah slip gaji tiga bulan terakhir, fotokopi buku tabungan terbaru selama paling tidak tiga bulan terakhir, fotokopi surat nikah - kartu keluarga, SK pengangkatan PNS, SK pangkat terakhir.

Pada tahap ini, pihak bank langsung mengkalkulasi kemampuan kita dalam membayar jumlah cicilan perbulan dengan penghasilan perbulan. Dalam laporan slip gaji ini saya masukkan semua variabel penghasilan setiap bulannya yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan khusus remunerasi, hingga uang makan yang kesemuanya mencapai Rp.4.500.000,-.

Adapun, bank hanya memberikan pinjaman maksimal 70 persen dari harga rumah. Sisanya yang 30 persen kita bayar sendiri kepada penjual dan dibuktikan dengan kuitansi bermaterai. Sebelumnya saya bersepakat dengan penjual tidak akan membayar biaya apapun sebelum hasil apraisal keluar sehingga tidak ada resiko bagi calon pembeli jika hasil apraisal di bawah harga penawaran rumah. Resiko dalam hal ini paling-paling rumah telanjur terjual kepada orang lain.

"Pokoknya kalau terjual kepada orang lain, berarti bukan pulung saya, Pak," kata saya dengan berwibawa kepada si pemilik rumah, sebut saja Pak Yanto, yang hanya mengangguk-angguk. Ia juga berbaik hati menyerahkan fotokopi surat tanah dan IMB rumah, malahan menawarkan membuatkan surat penawaran untuk disampaikan ke bank.

"Tidak usah, Pak," kata saya, karena pihak BTN sebelumnya tidak mensyaratkan hal itu.

Bank sendiri tidak mempermasalahkan jika dalam proses tersebut proses KPR dibatalakan karena rumah telah terjual oleh pihak lain, karena dalam hal ini belum terjadi ikatan secara hukum atara penjual, pembeli, dan bank.

Bank juga akan melakukan BI checking untuk mengetahui pinjaman Anda di bank lain. Hal ini bukan semata untuk mengetahui apakah Anda memiliki masalah dalam membayar angsuran di bank lain, tetapi juga untuk mengetahui jumlah yang tersisa dari penghasilan perbulan. Sayangnya, saya lupa berapa angsuran maksimal yang diizinkan BTN pada saat itu. Yang jelas lebih dari sepertiga penghasilan, atau kalau tidak salah sejumlah pengurangan paling sedikit tersisa gaji sepertiga plus satu juta.

Proses Apraisal Rumah

Setelah bank memastikan surat-surat rumah lengkap, selanjutnya saya membayar dua kali biaya apraisal sebesar @Rp.250.000,-. Biaya yang dibayar dimuka ini merupakan biaya penilaian rumah oleh pihak ketiga, apakah sesuai dengan harga yang telah ditetapkan. Appraisal ini keesokannya langsung dilakukan oleh bank dengan mendatangi pemilik rumah dan mendata kualitas bangunan.

Surat Penegasan Persetujuan Penyediaan Kredit (SP3K)
Hasil appraisal baru diketahui setelah seminggu, setelah pihak ketiga menyusunnya dalam bentuk laporan dan menyampaikannya ke bank. Bank akan menindaklanjuti proses berikutnya berdasar hasil apraisal ini. Jika hasilnya menunjukkan harga penawaran sesuai dengan harga apraisal maka bank akan mempertimbangkan untuk menyalurkan kredit pemilikan rumah ini.

Persetujuan bank ini ditandai dengan keluarnya Surat Penegasan Pesetujuan Penyediaan Kredit (SP3K). Pengalaman saya, masa menunggu kepastian ini adalah yang paling lama dan bergantung situasi dan kondisi.

Setelah SP3K keluar, bank menyodorkan nama, alamat dan kontak notaris rekanan bank untuk proses selanjutnya. Dalam kunjungan perdana kepada notaris tersebut, saya sendiri tanpa ditemani pihak penjual menanyakan prosedur dan biaya yang timbul. Konfirmasi ini tidak dipungut biaya. Maka anda jangan segan-segan menanyakan segala hal berkaitan dengan rangkaian proses KPR ini.

Pengurusan di Notaris

Selanjutnya dengan membawa surat persetujuan pembayaran KPR dan hitung-hitungan dari notaris, saya baru menghubungi pihak penjual. Dari pertemuan empat mata ini, ditemukan kesepakatan bahwa segala biaya yang timbul dari notaris akan ditanggung kedua pihak secara merata. Kami juga menentukan hari yang pas untuk melakukan perikatan jual beli di notaris.

Notaris meminta surat tanah asli dan kuitansi bermaterai pelunasan pembayaran uang muka sebesar tiga puluh persen harga rumah. Sekaligus meminta pelunasan biaya notaris, pajak penjual, dan pajak pembeli. Nah, tahap ini merupakan saat yang aman untuk membayar uang muka sebesar tiga puluh persen, karena tahap selanjutnya menjadi tanggung jawab notaris.

Kuitansi uang muka
Notaris selanjutnya akan mengajukan berkas jual beli ke Pemda untuk menentukan besarnya pajak penjual dan pajak pembeli. Proses ini memerlukan waktu satu minggu. Setelah selesai, notaris yang telah menghubungi bank akan menghubungi kita untuk bertemu di bank dalam rangka penandatanganan akad kredit.

Akad Kredit

Di bank, pihak bank yang diwakili notaris tersebut akan bertemu dengan penjual dan pembeli untuk menandatangani surat-surat. Saya selaku pembeli juga diharuskan mengajak istri karena istri juga ikut menandatangani dokumen-dokumen. Sebelumnya notaris telah berpesan untuk menyediakan sekitar tujuh materai. Pihak bank juga akan meminta buku rekening kita pada bank yang bersangkutan untuk memastikan kita telah menyediakan uang sejumlah biaya administrasi yang telah ditentukan bank. Demikian juga pihak penjual sebelumnya diwajibkan telah membuka rekening pada bank tersebut karena pembayaran oleh bank hanya dilakukan melalui transfer ke rekening.

Setelah proses ini, maka sudah sah kita memiliki rumah. Tentu kita harus memberi waktu penjual untuk pindah dan mengosongkan rumah sebelum penyerahan kunci. Pembayaran angsuran dilakukan melalui pemotongan dana dari rekening kita di BTN (auto debet) setiap bulannya  pada tanggal yang ditentukan sebelumnya. Maka Anda harus memastikan rekening Anda cukup setiap bulannya untuk pembayaran angsuran KPR Anda.
Akad kredit KPR di bank
Demikian prosedur singkat yang telah saya lalui. Dalam kenyataanya ada beberapa hambatan yang harus bisa kita lalui sebagai ujian kesungguhan kita dalam memiliki rumah sendiri.

Tips yang mungkin bermanfaat

Biasanya rumah di kampung tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Rumah yang akan di-KPR-kan wajib memiliki IMB. Anda dapat mengurus sendiri IMB ini sebelum mengajukan KPR. Rumah yang saat ini saya tempati, IMB-nya juga diurus calon pembeli lain (atas namanya). Seusai IMB jadi (dan konon sudah membayar uang 'tanda jadi'), dalam pengurusan KPR di bank, pengajuan ditolak karena tidak memenuhi syarat dalam hal penghasilan.

Jika Anda yakin rumah yang ditawarkan memang memilki nilai jual yang lebih dari harga yang ditawarkan dan optimis akan "masuk" dalam standar appraisal. Anda dapat menaikkan nilai harga penawaran (setelah berkordinasi dengan penjual) untuk mengurangi uang muka yang harus dibayarkan. Bank hanya melihat keabsahan pembayaran uang muka ini berdasarkan kuitansi. Jika memang akhirnya dalam penilaian oleh pihak appraisal ternyata harga taksiran berada di bawah nilai penawaran tersebut, Anda dapat mengajukan kembali penawaran baru untuk diapraisal ulang. Anda hanya akan dikenakan biaya ulangan yang diminta bank.

Jika Anda tidak memilki uang muka, tapi ngebet untuk KPR, jalan saja terus. Biarkan slip gaji Anda bersih dahulu, tanpa potongan, karena bank akan mempertimbangkan hanya dan hanya jumlah gaji Anda setelah dikurangi potongan-potongan pinjaman dari bank lain. Pada saatnya, setelah bank mengeluarkan surat persetujuan dan merekomendasikan notaris, barulah ajukan pinjaman ke bank lain untuk membayar uang muka dan menjadwalkan pertemuan di notaris bersama penjual. Setelah proses di notaris, bank tidak lagi meminta slip gaji atau memverifikasi sisa gaji Anda.

Untuk langkah ini saya terus terang tidak melakukannya, karena terlanjur menyiapkan uang muka terlebih dahulu. Uang muka inipun saya peroleh dari pinjaman bank seluruhnya di mana pemotongannya dilakukan langsung oleh bendahara sehingga nominalnya tercetak dalam slip gaji yang saya lampirkan ke bank. Namun demikian jumlah gaji minus potongan masih dinilai cukup oleh bank untuk membayar angsuran yang ditentukan bank. Bank juga tidak akan pernah menanyakan dari mana sumber Anda memperoleh uang untuk membayar uang muka.

Tips di atas hanya perlu dilakukan jika keuangan Anda terbatas.  Dan juga jika memang belum saatnya kemampuan Anda belum mencukupi untuk memiliki rumah yang Anda inginkan, Anda tidak perlu memaksakan. Pada saatnya, rumah yang Anda butuhkanlah yang akan memanggil Anda sendiri.

Demikian catatan seorang PNS golongan dua dalam memperjuangkan mimpinya memiliki rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar